Jumat, 30 Mei 2014

Seleksi alam



Evolusi (dalam kajian biologi) berarti perubahan pada sifat-sifat terwariskan suatu populasi organisme dari satu generasi ke generasi berikutnya. Perubahan-perubahan ini disebabkan oleh kombinasi tiga proses utama: variasi, reproduksi, dan seleksi. Sifat-sifat yang menjadi dasar evolusi ini dibawa oleh gen yang diwariskan kepada keturunan suatu makhluk hidup dan menjadi bervariasi dalam suatu populasi. Ketika organisme bereproduksi, keturunannya akan mempunyai sifat-sifat yang baru. Sifat baru dapat diperoleh dari perubahan gen akibat mutasi ataupun transfer gen antar populasi dan antar spesies. Pada spesies yangbereproduksi secara seksual, kombinasi gen yang baru juga dihasilkan oleh rekombinasi genetika, yang dapat meningkatkan variasi antara organisme. Evolusi terjadi ketika perbedaan-perbedaan terwariskan ini menjadi lebih umum atau langka dalam suatu populasi.
Evolusi didorong oleh dua mekanisme utama, yaitu seleksi alam dan hanyutan genetik. Seleksi alam merupakan sebuah proses yang menyebabkan sifat terwaris yang berguna untuk keberlangsungan hidup dan reproduksi organisme menjadi lebih umum dalam suatu populasi - dan sebaliknya, sifat yang merugikan menjadi lebih berkurang. Hal ini terjadi karena individu dengan sifat-sifat yang menguntungkan lebih berpeluang besar bereproduksi, sehingga lebih banyak individu pada generasi selanjutnya yang mewarisi sifat-sifat yang menguntungkan ini. Setelah beberapa generasi, adaptasi terjadi melalui kombinasi perubahan kecil sifat yang terjadi secara terus menerus dan acak ini dengan seleksi alam. Sementara itu, hanyutan genetik (Bahasa Inggris: Genetic Drift) merupakan sebuah proses bebas yang menghasilkan perubahan acak pada frekuensi sifat suatu populasi. Hanyutan genetik dihasilkan oleh probabilitas apakah suatu sifat akan diwariskan ketika suatu individu bertahan hidup dan bereproduksi.
Walaupun perubahan yang dihasilkan oleh hanyutan dan seleksi alam kecil, perubahan ini akan berakumulasi dan menyebabkan perubahan yang substansial pada organisme. Proses ini mencapai puncaknya dengan menghasilkan spesies yang baru. Dan sebenarnya, kemiripan antara organisme yang satu dengan organisme yang lain mensugestikan bahwa semua spesies yang kita kenal berasal dari nenek moyang yang sama melalui proses divergen yang terjadi secara perlahan ini.
Dokumentasi fakta-fakta terjadinya evolusi dilakukan oleh cabang biologi yang dinamakan biologi evolusioner. Cabang ini juga mengembangkan dan menguji teori-teori yang menjelaskan penyebab evolusi. Kajian catatan fosil dan keanekaragaman hayati organisme-organisme hidup telah meyakinkan para ilmuwan pada pertengahan abad ke-19 bahwa spesies berubah dari waktu ke waktu. Namun, mekanisme yang mendorong perubahan ini tetap tidaklah jelas sampai pada publikasi tahun 1859 oleh Charles Darwin, On the Origin of Species yang menjelaskan dengan detail teori evolusi melalui seleksi alam. Karya Darwin dengan segera diikuti oleh penerimaan teori evolusi dalam komunitas ilmiah.Pada tahun 1930, teori seleksi alam Darwin digabungkan dengan teori pewarisanMendel, membentuk sintesis evolusi modern, yang menghubungkan satuan evolusi (gen) dengan mekanisme evolusi (seleksi alam). Kekuatan penjelasan dan prediksi teori ini mendorong riset yang secara terus menerus menimbulkan pertanyaan baru, di mana hal ini telah menjadi prinsip pusat biologi modern yang memberikan penjelasan secara lebih menyeluruh tentang keanekaragaman hayati di bumi.
Meskipun teori evolusi selalu diasosiasikan dengan Charles Darwin, namun sebenarnya biologi evolusioner telah berakar sejak zaman Aristoteles. Namun demikian, Darwin adalah ilmuwan pertama yang mencetuskan teori evolusi yang telah banyak terbukti mapan menghadapi pengujian ilmiah. Sampai saat ini, teori Darwin mengenai evolusi yang terjadi karena seleksi alam dianggap oleh mayoritas komunitas sains sebagai teori terbaik dalam menjelaskan peristiwa evolusi.

Klasifikasi Mahluk Hidup

Seiring dengan perkembangan zaman, sistem klasifikasi makhluk hidup dilakukan dengan alasan-alasan tertentu yang dimulai dan dirintis oleh ilmuwan terdahulu dan terus berkembang sampai sekarang. Hal ini dikarenakan adanya penemuan-penemuan baru yang sesuai dengan perkembangan peradaban manusia. Ada beberapa alasan yang digunakan para ahli sebagai dasar sistem klasifikasi. Untuk itulah sistem klasifikasi dapat digolongkan menjadi tiga golongan/kelompok, yaitu sistem alami, sistem buatan, dan sistem filogenik.

     1. Klasifikasi Sistem Alami
         Anda sudah mengetahui bahwa klasifikasi pada dasarnya berpijak dari adanya persamaan. Hal ini dapat kita ketahui dengan mengamati makhluk hidup secara morfologi. Misalnya, kita mengamati binatang kucing, anjing, sapi, kuda, dan harimau. Jika kita lihat secara alami, dapat kita ketahui bahwa kelima binatang itu mempunyai empat kaki, sehingga membentuk suatu kelompok seperti yang dikehendaki alam, yaitu kelompok binatang yang berkaki empat. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa klasifikasi sistem alami merupakan terbentuknya suatu kelompok-kelompok makhluk hidup secara alami. Tokoh klasifikasi sistem alami adalah Aristoteles , seorang berkebangsaan Yunani pada tahun 350 SM. Beliau membagi makhluk hidup menjadi dua dunia (kingdom), yaitu hewan dan tumbuhan. Dunia hewan ini dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan habitat dan perilakunya, sedangkan tumbuhan dikelompokkan berdasarkan ukuran dan strukturnya.

     2. Klasifikasi Sistem Buatan
         Dibandingkan sistem klasifikasi secara alami, sistem klasifikasi buatan lebih baik, sempurna, dan mudah dipahami apabila dibandingkan sistem klasifikasi sebelumnya. Klasifikasi ini pertama kali diperkenalkan oleh Carl Von Linne (1707-1778) yang dikenal dengan nama Carolus Linnaeus , seorang ahli botani berkebangsaan Swedia. Beliau dinobatkan sebagai “Bapak Taksonomi”. Klasifikasi makhluk hidup menurut Linnaeus didasarkan atas persamaan dan perbedaan struktur tubuh makhluk hidup, dengan cara-cara berikut :
a.       Mengamati dan meneliti makhluk hidup, yaitu persamaan ciri struktur tubuh luar maupun ciri struktur tubuh dalam dari berbagai jenis makhluk hidup.
b.      Apabila ada yang memiliki ciri struktur tubuh sama atau mirip dijadikan satu kelompok, adapun yang memiliki ciri berlainan dikelompokkan tersendiri.
c.       Memberikan istilah tertentu untuk setiap tingkatan klasifikasi yang didasarkan pada banyak sedikitnya persamaan ciri pada setiap jenis makhluk hidup yang dikelompokkan.
Tingkatan klasifikasi yang digunakan oleh Linnaeus adalah sebagai berikut :
       •  Kingdom/Regnum : dunia/kerajaan
       •  Filum/Divisio : bagian/keluarga besar
       •  Klassis : kelas
       •  Ordo : bangsa
       •  Familia : suku
       •  Genus : marga
       •  Species : jenis
      Jika kita perhatikan klasifikasi tersebut terdiri atas beberapa tingkatan, mulai dari kelompok besar, kemudian dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Selanjutnya, kelompok kecil dibagi menjadi beberapa kelompok kecil lagi sehingga akan terbentuk kelompok-kelompok yang lebih kecil yang hanya mempunyai anggota satu jenis makhluk hidup.
      Tiap tingkatan kelompok inilah yang disebut takson Takson disusun dari tingkat tinggi ke tingkat rendah. Dengan demikian, semakin tinggi tingkatan takson, maka semakin umum persamaan ciri-ciri yang dimiliki oleh suatu makhluk hidup. Sebaliknya, semakin rendah tingkatan takson, maka semakin khusus persamaan ciri-ciri yang dimiliki oleh suatu makhluk hidup. Biasanya tingkatan ini memiliki jumlah makhluk hidup yang sedikit. 
      a. Kingdom/Regnum (Kerajaan/Dunia)
          Tingkatan takson ini merupakan tingkatan tertinggi untuk makhluk hidup. Semua hewan dimasukkan dalam kingdom Animalia dan semua tumbuhan dimasukkan dalam kingdom Plantae .
      b. Filum atau Divisio (Keluarga Besar)  
          Apabila kita mengelompokkan suatu makhluk hidup dalam kingdom, maka dengan melihat persamaan ciri-cirinya akan dimasukkan ke dalam suatu keluarga besar. Keluarga besar tersebut dimasukkan dalam filum untuk jenis hewan dan dimasukkan ke dalam divisio untuk jenis tumbuhan.
          Misalnya hewan yang memiliki kaki berbuku-buku dan kutikula yang keras dimasukkan dalam filum Arthropoda.
          Penamaan filum hewan tidak memiliki akhiran yang khas, sedangkan penamaan divisio tumbuhan diberi akhiran yang khas, misalnya phyta dan mycota. Tumbuhan yang berbiji dimasukkan dalam divisio Spermatophyta, jamur berbasidium dimasukkan dalam divisio Basidiomycota.
       c. Kelas  
           
Tingkatan takson ini lebih rendah dari kelompok takson filum atau divisio, artinya apabila kelompok makhluk hidup dalam divisio/filum memiliki ciri-ciri yang sama, maka dimasukkan dalam satu kelas. Contoh kelas pada hewan, yaitu hewan menyusui/Mamalia, misalnya anjing, kucing, kelinci, dan lain-lain. Adapun kelas pada tumbuhan ada dua, yaitu tumbuhan berbiji berkeping satu dan berkeping dua. Dengan demikian, tumbuhan mempunyai divisio: Spermatophyta, kelas : Monocotyledonae dan Dicotyledonae.
      d. Ordo (Bangsa) 
           
Tingkatan takson yang lebih rendah dari kelas adalah ordo. Pada tumbuhan, nama ordo pada umumnya diberi akhiran ales sedangkan pada hewan tidak memiliki akhiran. Contoh dari hewan mempunyai ordo Carnivora (bangsa pemakan daging), Omnivora (bangsa pemakan tumbuh tumbuhan). Adapun pada tumbuhan contohnya kelas Dicotyledonae mempunyai ordo Graminales (bangsa rumput-rumputan), Rosales (bangsa mawarmawaran).
       e. Famili (Suku atau Keluarga)
           
Famili merupakan tingkatan takson di bawah ordo. Pada tingkatan family ini terdapat suatu kelompok yang berkerabat dekat dan memiliki banyak persamaan ciri. Nama famili pada tumbuhan pada umumnya diberi akhiran aceae, sedangkan untuk nama hewan diberi akhiran idae . Contoh keluarga hewan, yaitu Canidae (keluarga anjing), Falidae (keluarga kucing). Contoh keluarga tumbuhan adalah Solanaceae (keluarga kentang) Rosaceae (keluarga mawar).
       f. Genus (Marga)
          
Takson genus adalah nama takson yang lebih rendah dari famili. Nama genus terdiri atas satu kata yang diambil dari kata apa saja, bisa dari nama hewan atau tumbuhan, zat kandungan, dan sebagainya. Huruf pertamanya diawali dengan huruf kapital dan ditulis dengan miring atau ditulis tegak dengan digaris bawah. Contoh untuk hewan adalah Canis (marga anjing), Felis (marga kucing),  Taenia (marga cacing). Adapun contoh pada tumbuhan, yaitu Rosa (marga mawar), Annona   (marga sirsak dan srikaya), dan Solanum (marga terung-terungan).
      g. Species (Jenis)  
          
Species merupakan tingkatan takson paling rendah dan menjadi unit atau satuan dasar klasifikasi. Species adalah kelompok makhluk hidup yang dapat melakukan perkawinan antarsesamanya dan akan menghasilkan keturunan yang subur (fertil). Penulisan kata species sama seperti penulisan dalam genus, hanya pada species terdiri atas dua kata, yaitu kata yang berada di depan merupakan nama marga (genus), sedangkan kata yang kedua menunjukkan jenisnya. Untuk kata yang kedua, huruf awalnya tidak perlu menggunakan huruf kapital. Contohnya: Canis familaris (anjing), Taenia solium (cacing pita) , Rosa gallica (mawar), Carica papaya (pepaya), Oryza sativa (padi).

  3. Klasifikasi Sistem Filogenik 
      Sistem klasifikasi ini dikelompokkan berdasarkan jauh dekatnya kekerabatan antar
organisme atau kelompok dengan melihat keturunan dan hubungan kekerabatan. Organisme atau kelompok yang berkerabat dekat memiliki persamaan ciri yang lebih banyak bila dibandingkan dengan organisme atau kelompok yang berkerabat jauh. Cara mengelompokkan makhluk hidup dilakukan dengan mengamati ciri-ciri secara morfologi, anatomi, fisiologi, dan perilaku.




Perkembangan Batang



  1.  Perkembangan ontogeny batang 
  2.  
     
Pucuk batang biasanya terdiri atas aksis, yaitu epikotil yang berisi beberapa buku yang belum memanjang dan beberapa primordia daun. Pada perkecambahan biji,embrio membesar dan mulai tumbuh , meristem pucuk batang muda menambah primordia daun dan buku. Panjang buku beragam pada spesies yang berbeda. Pada tumbuhan yang daunnya tersusun pada roset basal,bukunya sangat pendek. Namun,sebagian besar spermatophyta bukunnya memanjang. Setiap ruas terdapat satu atau lebih daun. Susunan daun pada batang disebut filotaksis.
Posisi primordia pada ujung batang dipengaruhi oleh faktor dalam, yaitu faktor yang mengendalikan penebaran potensi pertumbuhan dalam meristem pucuk. Susunan daun disebabkan oleh adanya interaksi dalam pucuk atau pengaruh jaringan dewasa di bawah pucuk melalui perikambium. Ada tiga teori utama yang mendasari penelitian mengenai interaksi lokal dalam pucuk ini.
1.   Teori ruang pertama yang tersedia (first available space theory) menurut teori ini, primordial daun meningkat dalam ruang pertama yang mencapai lebar minimum dan jarak minimum di bawah pucuk batang.
2.   Teori lahan daun atau lahan primordial (leaf field atau primordial field theory) menurut teori ini, primordial bersama dengan bagian meristem pucuk membentukunit fisiologi. Primordial dibentuk pada tempat yang khas.
3.   Teori pilin ganda daun (multiple foliar helices theory) menurut teori ini, sifat mitosis khusus dipindahkan secara akropetal yang berujung pada pusat pembentukan daun.

  1. Batang primer
Batang primer berkembang dari protiderm, prokambium, dan meristem dasar. Susunan dan struktur jaringan primer batang adalah sebgai berikut.
Batang dikelilingi epidermis.Di antara sel epidermis ada yang berubah menjadi sel penutup, idioblas, dan berbagai tipe trikoma. Di sebelah dalam epidermis terdapat korteks yang terdiri dari berbagai tipe sel. Korteks yang paling sederhana seluruhnya terdiri atas sel parenkim yang berdinding tipis.pada pelargonium, retama, dan salicornia, parenkim berfungsi untuk fotosintesis dan sebagi penyimpan tepung dan metabolit lain. Daerah diluar korteks yang berbatasan dengan epidermis terdiri atas kolenkim atau serabut. Korteks batang ini dapat juga berisi sklereida, sel sekretori, dan latifiser.
Batas antara korteks dan stele adalah endodermis. Endodermis batang berbeda dengan endodermis akar. Sel endodermis terdiri atas sel hidupp yang berbentuk silinder kosong. Dinding endodermis mempunyai struktur yang khas dan khusus. Pada dinding menjari dan melintang terdapat penebalan lignin(zat kayu) dan suberin (zat gabus), yang disebut pita caspary. Dalam perkembangannya, sel endodermis mengalami perubahan, yaitu penambahan lapisan gabus  diseluruh permukaan dalam dinding sel. Selanjutnya diikuti dengan penambahan lapisan sekunder dari selulosa yang sering kali berisi zat kayu pada sisi dalam lapisan gabus. Lapisan endodermis batang dicotyledoneae sering kali berisi butiran  tepung sehingga lapisan ini disebut sarung tepung.disebelah dalam lapisan endodermis terdapat perisiklus yang merupakan satu lapisan sel diluar floem.
Disebelah dalam endodermis adalah stele yang berisi system pembuluh . pada gymnospermae dan sebagian besar dicotyledoneae, system pembuluh terdiri atas silinder bercelah dan bagian tengahnya disebut empulur. Terdapat dua tipe jaringan pembuluh, yaitu floem yang biasanya terletak dibagian luar dan xylem yang biasanya terletak dibagian dalam. Xylem dan floem membentuk berkas pengangkut. Ada dua tipe berkas pengangkut, yaitu sebagai berikut.
1.      Kolateral
Tipe kolateral dibedakan menjadi kolateral tertutup dan terbuka. Disebut kolateral tertutup apabila di antara xylem dan floem tidak terdapat cambium, tetapi terdapat parenkim penghubung. Tipe ini biasa terdapat dalam batang monocotyledoneae. Pada kolateral terbuka, di antara xylem dan floem terdapat cambium yang bersifat dipleuris. Tipe ini biasanya terdapat pada batang dicotyledoneae (lihat gambar 54)
2.      Bikolateral
Berkas pengangkut tipe bikolateral terdiri atas satu bagian xylem di tengah serta satu bagian floem di sebelah luar dan xylem di tengah serta satu bagian floem di sebelah luar dan satu bagian di sebelah dalam. Antara xylem dan floem luar terdapat cambium, dan antara xylem dan floem dalam terdapat parenkim penghubung. Tipe bikolateral terdapat pada beberapa dicotyledoneae, misalnya pada solanaceae, cucurbitaceae, asclepiadaceae, apocynaceae, convolvulaceae, dan compositae.
3.      Konsentris (terputus)
Berkas pengangkut tipe konsentris terdiri atas xylem yang dikelilingi oleh floem atau sebaliknya. Apabila xylem dikelilingi oleh floem disebut konsentris amfikribral, yang biasa terdapat pada pteridophyta. Apabila floem dikelilingi oleh xylem disebut konsentris amfivasal, yang biasa terdapat pada monocotyle-doneae misalnya pada aloe arborescens, dracaena, cordylin, dan sebagainya (lihat gambar 55 A dan B).
4.      Radial (menjari)
Berkas pengangkut tipe menjari terdiri atas xylem dan floem yang tersusun berselang-seling menurut arah jari-jari. Susunan seperti ini terdapat pada akar sewaktu xylem dan floem dalam keadaan primer (lihat gambar 55 C)
Pada sebagian besar monocotyledoneae dan sedikit dicotyle-doneae, system pembuluh primer terdiri atas sejumlah besar berkas pengangkut yang tersebar tidak berarturan sehingga tidak dapat dibedakan secara tegas batas antara korteks, silinder pembuluh, dan empulur.
System pembuhluh yang dibicarakan di atas adalah jaringan primer yang terdiri atas protoxilem dan metaxilem serta protofloem dan metafloem. Apabila protoxilem terdapat di bagian dalam dari metaxilem dan diferensiasi metaxilem kea rah perifer seperti pada batang angiospermae, disebut endark. Apabila protoxilem terdapat di bagian luar dari metaxilem dan metaxilem berdiferensiasi secara sentripetal seperti pada akar angiospermae, disebut eksar. Sering kali terjadi mesark, apabila diferensiasi metaxilem kea rah sentripetal dan sentrifugal dari protoxilem. Tipe mesark dan eksark xylem primer tampaknya lebih primitive.
Pada angiospermae, khususnya dicotyledoneae, silinder pembuluh primer terputus-putus pada tiap ruas karena keluarnya satu atau lebih berkas pengangkut yang masuk ke dalam daun. Bagian ini disebut jejak daun (leaf trace). Menurut jumlah jejak daun pada tiap ruas, ada yang disebut unilakuna, trilakuna, dan multilakuna. Menurut Sinnot (1914), ruas trilakuna adalah tipe primitive pada angiospermae. Namun, menurut Bailey (1956), dalam proses vaskularisasi, angiospermae dapat mengalami perubahan yang reversible. Dari kenyataan tersebut dapat diasumsikan bahwa:
1.      Ruas unilakuna dari ranales tertentu adalah primitive dan tidak dapat berubah selama evolusinya
2.      Pada dicotyledoneae tertentu, misalnya leguminosae dan anacardiaceae, ruas unilakuna diturunkan dengan pengurangan dari suatu ruas trilakuna; dan
3.      Pada dicotyledoneae yang lain, misalnya epacridaceae dan cloranthaceae, ruas tri- dan multilakuna berasal dari ruas unilakuna.

Ujung pucuk berkembang menjadi cabang dan mempunyai hubungan pembuluh dengan sumbu utama. Hubungan pembuluh ini disebut jejak cabang (branch traces). Pada ruas, jejak cabang dekat sekali dengan jejak daun.
Batang berbagai dicotyledoneae berbeda satu sama lain dalam hal pola pembentukan jaringan pembuluh primer. Perbedaan ini ada hubungannya dengan perkembangan evolusi. Diasumsikan bahwa selama terjadi evolusi, silinder pembuluh primer menjadi lebih tipis dan terjadi pengurangan kea rah menjari. Karena ada celah daun, celah batang, dan perforasi, pengurangan jaringan pembuluh selanjutnya terjadi ke arah membujur. Silinder menjadi terbelah menjadi untaian memanjang, dan ini terdapat pada sebagian besar dicotyledoneae.
System pembuluh pada monocotyledoneae biasaya terdiri atas berkas yang tersebar di seluruh jaringan dasar pada batang. Ada dua tipe dasar susunan berkas pengangkut pada gramineae, yaitu sebagai berikut:
1.      Berkas pengangkut tersusun dalam dua lingkaran. Lingkaran luar tersusun dari berkas pengangkut yang kecil dan disebelah dalam tersusun dari berkas pengangkut yang kecil dan disebelah dalam tersusun atas berkas pengangkut besar.
2.      Berkas pengangkut tersebar di seluruh penampang melintang batang. Setiap berkas pengangkut dikelilingi oleh selubung sklerenkim

Empulur merupakan tubuh silindris dari jaringan di bagian tengah batang yang dikelilingi oleh jarigan pembuluh. Empulur terdiri atas jaringan yang agak seragam, terutama parenkim dengan susunan longgar. Sering kali terdapat sel parenkim yang berdinding tebal dengan penebalan lignin. Selain itu juga terdapat sklereida. Pada beberapa spesies, terdapat struktur sektretori dalam empulur. Pada batang beberapa tumbuhan, misalnya phytolaca Americana, empulurnya berongga.

  1. Batang Sekunder
Pertumbuhan sekunder batang merupakan hasil dari keaktifan kambium pembuluh yang membelah secara terus menerus sehingga jumlahnya meningkat. Pertumbuhan sekunder ini khas pada tumbuhan dikotil dan gymnospermae. Beberapa dikotil menema (herbaceous) dan kebanyakan monokotil tidak menebal sekunder. Pada pertumbuhan sekunder terjadi pembentukan periderm dari felogen. Cambium yang terdapat di antara xylem dan floem disebut cambium pembuluh (cambium intravaskuler). Sementara, cambium yang terdapat di antara berkas pengangkut disebut cambium antar pembuluh (cambium intervaskuler).
Kambium mengadakan dilatasi, yaitu pembelahan dengan cepat kea rah membujur dan menjari sehingga diameter batang menjadi lebih tebal. Ke arah dalam cambium membentuk xylem sekunder, sedangkan kea rah luar membentuk floem sekunder. Jaringan yang dibentuk pada pertumbuhan sekunder disebut jaringan sekunder. Cambium biasanya terdiri atas 2 tipe sel sebagai berikut.
1.      Sel inisial pemicu menggelendong, yang selnya memanjang dan berujung runcing. Pada batang sequoia sempervirens yang tua, panjang sel-sel ini mencapai 8,7 mm.
2.      Sel inisial bersinar (ray initial cell), yang selnya banyak dan lebih kecil dari tipe sel inisial menggelendong, bentuknya hampir isodiametris.

Kedua tipe sel inisial lebih besar pada batang yang tua dari pada batang yang muda. Unsur yang berorientasi memanjang dalam organ, seperti unsur trakea, serabut, parenkim xylem, floem dan unsur tapisan berkembang dari sel inisial menggelendong. Sel yang berorientasi mendatar dalam organ berkembang dari sel inisial jari-jari . sel cambium mempunyai noktah primer dengan plasmodesmata. Dinding menjari lebih tebal daripada dinding membujurnya. Apabila cambium mempunyai noktah primer dengan plasmodesmata. Dinding menjari lebih tebal daripada dinding membujurnya. Apabila cambium aktif, wilayah cambium terdiri atas beberapa lapisan sel. Apabila cambium dorman, wilayah cambium berkurang, biasanya hanya satu lapisan sel saja. Berdasarkan susunan sel menggelendong, cambium dapat dibedakan menjadi dua tipe berikut:
1.      Cambium bertingkat atau berlapis (gambar 59), letak sel inisial menggelendong tersusun dalam deratan mendatar sehingga ujungnya sama tinggi. Panjang sel inisial ini beragam antara 140-529 mm.
2.      Cambium tidak bertingkat, letak sel inisial menggelendong tumpang tindih satu dengan lainnya. Tipe cambium ini ditemukan dengan panjang yang beragam antara 320-2300 mm.

Hasil penebalan sekunder menyebabkan lingkaran silider xylem meningkat. Cambium bertingkat membelah antiklin memanjang. Pada cambium tidak bertingkat, sel inisial menggelendong membelah miring, semua melintang, dan antiklin, yang diikuti dengan pertumbuhan intrusif.
Pada Gymnoespermae, bagian kayu maupun kulit kayu mempunyai banyak pembuluh resin, kecuali pada Gnetaceae. Pada Dicotyledoneae tidak terdapat pembuluh resin. Pada Monocotyledoneae tidak terdapat pertumbuhan sekunder. Antara xylem dan floem terdapa parenkim penghubung. Pada tumbuhan yang masih mudah, titik tumbuh kecil, tetapi semakin meluas sehingga batang Monocotyledoneae juga dapat membesar, misalnya pada Palmae. Jadi, pemebsaran batang tidak disebabkan oleh eprtumbuhan sekunder, tetapi oleh melebarnya titik tumbuh.

  1. Tipe Batang
Struktur batang primer berbeda dengan struktur batang sekunder sehingga sering kali digunakan untuk membedakan tipe batang. Biasanya tipe batang dibedakan atas batang Conifer, Dikotil berkayu, Dikotil tidak berkayu (perdu), Dikotil merambat, Dikotil dengan pertumbuhan menyimpang, dan Monokotil.
1.      Batang Conifer
Contoh batang Conifer adalah Pinus. Batang Pinus mempunyai tipe berkas pengangkut konsentris amfikribral. Pada floem primer tidak  terbentuk serabut pada bagian tepi dan tidak ditemukan adanya endodermis. Selama pertumbuhan sekunder, batas luar dari floem dapat dikenali dengan adanya jari-jari empulur. Terkadang, sel di luar floem berisi tannin. Sejak pertumbuhan awal, batang mengandung pembuluh resin pada korteks. Apabila batangnya membesar, pembuluh resin juga menjadi lebih luas.
2.      Batang Dikotil Berkayu
Pada kebanyakan Dikotil yang berbentuk pohon, daerah antar pembuluhnya sempit, misalnya pada Salix, Prunus, dan Quercus, dan sangat sempit pada Tilia. Pada spesies-spesies tersebut, jaringan sekunder membentuk silinder yang membentang terus, tidak diputus oleh jari-jari empulur.
Di bawah epidermis terdapat selapis sel parenkim yang kemudian menjadi beberapa lapisan kolenkim. Bagian korteks yang lain terdiri atas sel parenkim yang berisi klorofil. Endodermis yang berisi tepung disebut floeoterma atau selubung tepung.
Empulur terdiri atas sel parenkim yang berisi getah (sel getah) yang juga terdapat pada bagian korteks. Pada batang yangsudah tua, empu8lur terdiri atas sel berdinding tebal dan berwarna lebih yang mengandung tepung. Pada floem sekunder banyak dibentuk serabut yang terdiri atas pembuluh pengangkut dan sel parenkim.

3.      Batang Dikotil Tidak Berkayu (Herbaceus = Menerna)
Pada batang muda terdapat epidermis dan masih terdapat pada awal pertumbuhan sekunder. Pada batang tua akan terbentuk periderm dengan lentisel. Satu atau dua lapisan korteks di bawah epidermis berisi kloroplas. Lapisan ini diikuti oleh dua atau tiga lapisan kolenkim, dan parenkim dengan sel getah. Floem primer berisi serabut dekat dengan korteks (serabut protofloem). Di dalam floem sekunder juga terdapat serabut, tetapi tidak pada metafloem. Cambium pembuluh memisahkan floem dengan xylem sekunder dengan  membentuk silinder yang pada. Empulur terdiri atas sel parenkim yang berisi sel getah. Tepung dan Kristal sering terdapat dalam empulur maupun korteks.
Berkas pengangkut pada batang  menerna biasanya kolateral. Solanaceae, misalnya tomat, kentang, dan tembakay, serta Cucurbitaceae, misalnya labu, mempunyai berkas pengangkut bikolateral. Jadi, selain floem yang terdapat di bagian luar xylem, juga terdapat floem dalam. Kambium terdapat diantara floem luar dengan xylem sehingga pertumbuhan sekunder hanya terdapat daerah antara floem luar dan xylem saja. Korteks terdiiri atas parenkim dan kolenkim.

4.      Batang Dikotil Merambat
Para Aristolochia, jaringan pembuluh primer tersusun kolateral. Jaringan primer terdiri atas epidermis, korteks yang terdiri atas parenkim dan kolenkim yang mengandung klorofil, dan silinder pusat (stele) yang terdiri atas serabut yang banyak mengandung tepung.
Sel yang dibentuk pada akhir masa pertumbuhan relative lebih kecil. Floem sekunder tidak berserabut. Apabila diameter batang membesar, setiap berkas pengangkut juga  membesar ke arah luar atau ke arah tepi. Pada beberapa spesies, beberapa sel parenkim berubah menjadi sel batu. Periderm membentuk sel kolenkim di bawah epidermis.
Cucurbita mempunyai berkas pangangkut bikolateral. Epidermis uniseriate dan di bawahnya terdapat kolenkim dan klorenkim. Klorenkim terdapat di bawah epidermis yang mempunyai stomata. Endodermis mengandung tepung. Cirri khas batang Diotil merambat adalah terdapatnya sklerenkim di luar berkas pengangkut.

5.      Batang Dikotil dengan Pertumbuhan Sekunder yang Menyimpang
Pertumbuhan sekunder yang menyimpang digunakan untuk menunjukkan bentuk keaktifan kambium yang menyimpang dari kebiasaan, yang ditemukan pada Conifer dan tumbuhan Dikotil berkayu dari daerah beriklim sedang. Pada beberapa tumbuhan dengan pertumbuhan menyimpang, kambium pembuluh terdapat pada kedudukan normal. Namun, tubuh sekunder menunjukkan penyebarang xylem dan floem yang tidak biasa. Pada Leptadenia, Strychnos, dan Thunbergia, floem dibentuk tidak hanya ke arah luar, tetapi juga ke arah dalam sehingga floem sekunder terdapat di dalam xylem sekunder.
Pada Amaranthaceae, Chenopodiaceae, Menispermaceae, dan Nygtaginaceae, serangkaian cambium pembuluh tersusun dari bagian pusat batang ke arah luar. Masing-masing kambium menghasilkan xylem ke arah dalam dan floem ke arah luar sehingga terjadi lapisan yang terdiri atas xylem, kambium, dan floem. Pada batang Bougaienvillea spectobilis, xylem dan floem membentuk untaian yang tertanan dalam jaringan parenkim, yang disebut jaringan konjungtif. Jaringan ini merupakan hasil keaktifan kambium di antara berkas pengangkut yang mirip dengan keaktifan kambium antarpembuluh, tetapi masa keaktifannya terbatas. Bougainvillea spectibilis mempunyai kambium yang tidak normal.
Pertumbuhan menyimpang yang lain juga terjadi pada Bignoniaceae. Setelah silinder kambium biasa terbentuk pada akhir pertumbuhan primer, empat bidang kambium berhenti menghasilkan xylem, tetapi terus melepaskan turunannya ke sisi floem. Jadi, ada dua jenis kambium, yaitu (1) dipleuris, yang menunjukkan keaktifan ke dua arah, dan (2) monopleuris, yang keaktifannya hanya satu arah. Dari pertumbuhan yang menyimpang ini terbentuklah floem yang tertanan dalam xylem. Setiap panel floem yang tertanam dalam xylem mempunyai kambium yang hanya mengahsilkan floem ke arah luar saja. Diantara xylem dan floem tepi terdapat kambium yang menghasilkan xylem ke arah dalam dan floem ke arah luar.
Aralia cordeta, yang mempunyai berkas penangkut bikolateral, juga mengalami pertumbuhan menyimpang, berkas pengangkut bikolateral biasanya terdiri atas xylem di bagian tengah dan floem di sebelah luar dan dalam. Pada Aralia terjadi sebaliknya, yaitu floem terdapat di tengah, dan xylem terdapat di sebelah luar dan dalam.

6.      Batang Monocotyledoneae
`     Batang Poaceae pada penampang melintangnya tampak mempunyai berkas pengangkut yang tersusun dalam dua lingkaran. Pada rumput-rumputan, berkas pengangkut yang tersusun melindungi di sebelah luar tertanam dalam jaringan sklerenkim. Antara berkas pengangkut yang kecil dengan epidermis terdapat serabut dan klorenkim. Stomata terdapat pada epidermis di dekat klorenkim. Pada batang dengan bekas pengangkut tersebar, tidak terdapat lapisan serabut tepi, akan tetapi parenkim di bawah epidermis mengalami penskleritan. Pada batang Monokotil, tidak terjadi pertumbuhan sekunder dan berkas pengangkutnya mempunyai selubung sklerenkim.
Monocotyledoneae selain Poaceae juga mempunyai berkas pengakut tersebar atau melingkar dekat bagian tepi. Potamogeton, tumbuhan Monokotil yang hidup di air, mempunyai korteks lebar yang terdiri atas jaringan aerenkim. Antara korteks dan silinder pembuluh dibatasi oleh endodermis yang selnya kecil.
Pada umumnya, Monokotil tidak mempunyai pertumbuhan sekunder dari kambium pembuluh, tetapi batangnya dapt berkembang menajd itebal. Misalnya pada Palmae. Penebalan ini berasal dari pembelahan dan pembesaran sel parenkim dasar. Pertumbuhan ini disebut pertumbuhan sekunder menyebar (diffuse). Namun ada juga tumbuhan Monokotil yang mempunyai kambium sehingga mengalami pertumbuhan sekunder, yaitu pada Liliflorae berkayu (Agave, Aloe, Cordyline, Draceaena, Sansevieria, dan Yucca). Kambium berasal dari parenkim yang terdapat di luar berkas pengangkut primer, yang menghasilkan berkas pengangkut sekunder dan parenkim ke arah dalam, serta sejumlah kecil parenkim ke arah luar. Perkembangan berkas pengangkut berasal dari sel turunan kambium yang membelah memanjang, kemudian sel yang dihasilkan membelah memanjang lagi dua atau tiga kali. Hasil pembelahan ini berdiferensiasi menjadi unsur pembuluh dan bergabung dengan sel sklerenkim. Sel yang berderet tegak bergabung membentuk berkas pengangkut. Berkas pengangkut sekunder mungkin kolateral atau amfivasal.